Apa itu Sosiologi ?
Sosiologi berasal dari bahasa latin socius yang mempunyai arti
kawan/teman dan logos yang berarti ilmu pengetahuan/pikiran. Jadi
dilihat dari akar katanya sosiologi dapat didefinisikan sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang pergaulan hidup socius dengan
socius (teman dengan teman), yaitu hubungan antara seseorang dengan
seseorang, perseorangan dengan golongan atau golongan dengan golongan
Karena pergaulan hidup manusia disebut juga masyarakat maka sosiologi
diartikan juga sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat
manusia dan tingkah laku manusia di beberapa kelompok yang membentuk
masyarakat.
II.Pra Sosiologi
Pada pra sosiologi yaitu sebelum sosiologi menjadi ilmu yang berdiri
sendiri, sudah cukup banyak filsuf yang mengkaji tentang masyarakat,
misalnya Aristoteles dengan bukunya 'Republica' dan Plato dengan bukunya
yang berjudul 'Politeia'. Mereka dalam mengkaji masyarakat biasanya
dikaitkan dengan kajian tentang Negara. Oleh karena itu, kajian tentang
masyarakat selanjutnya banyak dilakukan oleh para filsuf di bidang
politik.
Pemikir Politik, Thomas Hobbes (1588-1679), berusaha menjelaskan bahwa
individu-individu itu selalu berperang sehingga tidak terbentuk
suasana tenang. Untuk mencapai ketenangan maka dibuatlah
kesepakatan-kesepakatan diantara mereka.
Pemikir lainnya, Jhon Locke (1632-1704), dengan idenya tentang
masyarakat yang dicita-citakan berpendapat bahwa sudah kodratnya
manusia dilahirkan mempunyai sejumlah hak. Akan tetapi, pada
kenyataannya sering kali tidak dimiliki karena hubungan yang timpang
antara penguasa dan rakyat. Untuk mengatasi ketimpangan ini maka
dibuatlah kesepakatan diantara mereka.
Jean Jacques Rousseau (1712-1778) berpendapat bahwa individu
dilahirkan dalam keadaan bebas. Namun seringkali individu tersebut
terbelenggu oleh penguasa. Untuk mendapatkan kebebasannya, maka
dibuatlah kesepakatan diantara mereka.
Dari ide dan pendapat para pemikir politik tersebut di atas nampak
bahwa ide tentang masyarakat sudah dimasukkan ke dalam kajian mereka.
III.August Comte (1798-1857)
August Comte adalah seorang filsuf dari Perancis yang sering kali
disebut sebagai peletak dasar bagi ilmu Sosiologi. Dan dia pula-lah
yang memperkenalkan nama 'Sociology'.
Salah satu sumbangan terpenting Comte adalah pendapatnya tentang hukum 3 jenjang :
1. Jenjang Teologis, dimana pada jenjang ini manusia berusaha
menjelaskan gejala yang terjadi di sekitarnya sebagai sesuatu yang
bersifat adikodrati
2. Jenjang Metafisik, jenjang dimana manusia mengacu pada kekuatan metafisik atau abstrak.
3. Jenjang Positiv, jenjang dimana gejala alam dan sosial berdasarkan
hukum ilmiah. Sehubungan dengan pandangan ini maka dia dikenal pula
sebagai tokoh positivisme.
Dalam kerangka pandang positivisme, Comte berpendapat bahwa sosiologi
harus bersifat ilmiah, dimana para sosiolog harus menggunakan metode
observasi yang sistematik, eksperimen dan analisis yang bersifat
historis komparatif.
Ide lainnya yang sangat terkenal adalah ide tentang pembagian kajian
masyarakat ke dalam 'social static' dan 'social dynamic'. Sosial
statik merujuk kepada aspek-aspek sosial yang harus selaras dengan
tatanan dan stabilitas sosial yang memungkinkan masyarakat berada
dalam kebersamaan. Misalnya acara-acara adat istiadat yang
memungkinkan masyarakat berada dalam kebersamaan.
Sementara sosial dinamik merujuk kepada aspek-aspek kehidupan sosial
yang sejalan dengan perubahan sosial dan membentuk pola-pola
perkembangan kelembagaan. Contohnya adalah tentang bagaimana pengaruh
masuknya listrik pada suatu desa terhadap perilaku dan gaya hidup
warga desa tersebut.
IV.Teori Bunuh Diri Durkheim
Dalam karya terkenalnya 'Le Suicide' (1897), Durkheim melihat tindakan
individu dilatarbelakangi oleh faktor-faktor sosial. Dengan
membandingkan data statistik dari masyarakat yang berbeda-beda, Durkheim
menunjukkan bahwa ada keteraturan dalam pola-pola bunuh diri.
(1) Bunuh diri Fatalistik. Dilakukan oleh sekelompok orang yang mana
dibelakangnya ada kontrol berlebihan, seperti dalam masyarakat budak.
(2) Bunuh diri Altruistik. Terjadi dalam masyarakat yang mempunyai
ikatan sosial yang kuat. Bunuh diri ini dilakukan demi kelompok,
hampir seperti bunuh diri ritual Jepang 'Seppuku', yang dilakukan
ketika kekacauan melanda masyarakat.
(3) Bunuh diri Anomik. Hal ini terkait dengan apa yang disebut
'Anomie' atau keadaan dimana anda tidak tahu tempat yang tepat bagi
anda, seperti menjadi tunawisma atau yatim piatu. Anda merasa tidak
punya apa-apa dan ini berarti berada dalam keadaan tanpa norma dan
peraturan yang membimbing dalam kehidupan sosial sehari-hari.
(4) Bunuh diri Egoistik. Bunuh diri dimana individu mengupayakan
'penyelamatan serius' terhadap dirinya, misalnya ingin menghindari
permasalahan hutang atau percintaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar